PETRICHOR - Prolog
Gerimis.
Pagi itu kelas mulai ramai, dari berbagai sudut memunculkan suara-suara yang tak kalah paniknya. Bahkan, terlihat beberapa diantara mereka tengah mencatat dengan begitu cepat. Tentu saja, yang membuat mereka begitu tak lain dan tak bukan adalah tugas fisika dari guru yang semua percaya Killer. Pak Anton.
Seperti halnya murid lain, gadis yang akrab disapa Valen pun sejak tadi tengah sibuk mencatat di bangkunya. Dalam hati ia merutuki kebodohannya yang terus-menerus menonton drama korea hingga melupakan tugas penting ini. Ia kini hanya bisa pasrah dihukum mengerjakan soal 4x lipat, jika ketahuan mengerjakan tugas didalam kelas.
“Nama kamu Valentine Parven, kan?” tanya lelaki yang entah sejak kapan duduk disamping Valen dengan senyum memikat.
Valen tak sedikitpun ada niat menggubris lelaki itu. Dalam pikirannya sekarang hanya terbersit kalimat “Bagaimana tugas dari Pak Anton, si guru killer itu cepat selesai”, karena itulah Ia bersikap acuh dan kembali membuka lembar demi lembar buku tebal dihadapannya. Mengerjakan soal demi soal pada buku catatannya yang bersampul Hello Kitty. Sesekali Valen menarik nafas, memijit belakang lehernya seolah frustasi.
“Ikut aku sebentar, yuk!”
Tanpa menunggu persetujuan, lelaki tak dikenal itu menarik lengan Valen, membawanya keluar kelas yang sebentar lagi akan memulai jam pelajaran pertama. Ia dengan tergesa membawa Valen menyusuri lorong demi lorong kelas yang mulai ramai memperdengarkan suara dari berbagai macam mata pelajaran. Membuat Valen meronta untuk dilepaskan.
Namun seolah tak ingin berhenti, lelaki yang entah siapa itu menarik lengan Valen lebih kuat, membawanya berlari menaiki satu tangga ke tangga lain hingga sampai dibagian paling atas gedung sekolah yang sebenarnya tak mungkin ada yang menarik disana. Valen mendengus, kembali meronta agar lelaki asing itu tak lagi menarik lengannya.
“Lepas! Kamu itu mau membawaku kemana?”
“Sssssttt...”
Lelaki itu enggan menjawab, ia hanya memberi Valen kode agar membungkam suaranya, lalu dengan bahasa tubuh, meminta Valen 'tuk mengubah pandangan, ke arah lukisan langit karya Tuhan yang dalam sekejap memukau penglihatan.
Pelangi.
Mulut Valen sedikit menganga. Goresan tangan Tuhan bak cat warna yang disembur ke permukaan langit membuatnya seketika diam tak berkutik, menikmati keindahan. Pantulan warna-warninya bahkan merambat ke cekungan-cekungan air di atas semen yang Valen injak. Lelaki itu tersenyum lebar. Bangga.
“Kau tahu tentang petrichor?” tanya lelaki itu yang Valen jawab dengan gelengan. “Petrichor. Ketika sisa-sisa hujan bertemu permukaan tanah, tanah yang basah itu kemudian mengendap, lalu memunculkan aroma kayak yang lagi kita hirup ini.” lelaki itu menjelaskan dengan semangat, matanya terus menatap Valen yang terlihat semakin bingung, namun juga begitu antusias.
“Kamu siapa?” tanya Valen tak sabar.
Lelaki itu lagi-lagi tak menjawab. Ia hanya terkekeh kemudian membaringkan tubuhnya diatas semen. Memejamkan mata seraya meracaukan kalimat yang entah berbunyi apa. Valen yang masih penasaran akhirnya mengikuti jejak lelaki itu. Mata bulat Valen menyipit, menatap lelaki yang masih asing disampingnya dengan seksama.
“Manis!”. gumam Valen yang kemudian ia sangkal, menutup mulutnya dengan kedua tangan.
“Ini yang mau aku kasih lihat ke kamu! Yang kayak begini ini bisa dibilang langka, karena 'nggak setiap hujan pelangi ada. Gimana? Indah, 'kan? Hahahaa...”. Lelaki itu terus meracau.
Tanpa sadar senyum Valen pun mengudara. Rasa resah dan khawatir yang tadi muncul dalam benaknya seolah hilang seketika. Lelaki asing itu bisa-bisanya membuat Valen merasa terpikat.
“Omong-omong, namaku Raditya Feranda. Aku penggemar beratmu sejak masa OSPEK dulu.”
Bersambung ke PETRICHOR - Satu
Komentar
Posting Komentar